Friday, 26 January 2018

Apa Sudah Mati?

Sungguh memprihatinkan!

Kalau hati bisa teriak, mungkin itu yang akan terdengar gara-gara kondisi saat ini. Apa yang memprihatinkan? Well, platform yang sedang sekarat ini - Blogger. Sebelum aku memutuskan untuk kembali menulis pada platform ini, aku sedikit mengalami kontemplasi terkait keputusanku tersebut. Terlebih aku menulis dalam bahasa Indonesia. Lalu siapa yang akan membaca?

Bagi sebagian orang, menulis di Blogger mereka fokuskan untuk mendapatkan keuntungan. Mereka menulis sebanyak mungkin agar orang datang dan tertarik (sengaja atau tidak) melihat iklan yang ada. Sebagian yang lain menulis di Blogger dengan intensi yang sengaja agar tidak ada orang yang membaca. Mereka lebih memilih untuk menulis agar di masa yang akan datang dapat membacanya lagi tanpa takut hilang semacam buku diari. Ah, kalau aku sih tentu saja tidak menulis diari.

Lalu, aku termasuk ada pada kubu yang mana?

Mungkin di antara keduanya. Kelompok abu-abu, seperti biasa.

Alasanku menulis pada Blogger sama dengan kubu yang kedua - agar aku bisa menyimpan ceritaku yang nantinya bisa kubaca lagi. Tapi, aku tidak ingin menyimpannya sendiri. Aku ingin orang lain membacanya dan memberiku arahan dalam masalah yang kuhadapi. Platform ini adalah salah satu caraku untuk menuangkan isi hati tanpa harus rebutan atensi seperti pada media sosial lainnya. Aku ingin menulis dengan santai dan mendapatkan jawaban dengan santai pula. Tanpa perlu argumen yang berlebihan.

Jadilah, aku berpikir. Apakah masih ada orang yang membaca Blogger? Bukannya lebih asyik melihat Instagram atau bahkan menonton mukbang di YouTube? Aku jadi takut minat baca masyarakat Indonesia menjadi semakin buruk.

Membaca adalah salah satu cara membuka jendela dunia. Tapi, kalau masyarakat lebih memilih menjadi buta, untuk apa sinar gemilang yang ada di luar sana?

Apa sudah mati?

Thursday, 25 January 2018

Aku sedang sakit

Aku sedang sakit.

Bukan sakit di badan. Tapi di pikiran. Sejak kemarin aku merasa ada sesuatu yang salah pada diriku. Pada hidupku.

Pernahkah kalian merasa menyesal telah memiliki sepercik gen dari orang tua kalian? Kalau belum pernah, syukurlah. Karena rasanya sangat tidak nyaman sekali. Aku tahu dari artikel ini akan membuatku terlihat sebagai anak yang durhaka atau apapun. Tapi, aku hanya ingin melampiaskan sedikit apa yang selalu menjadi beban dalam hidupku.

Omong-omong, aku bukan berbicara tentang ibuku. Aku tidak akan pernah mengeluh apabila seluruh gen ibuku meresap ke dalam tubuh. Beliau adalah orang yang luar biasa dan tidak pernah mengeluh dalam berjuang.

Aku berbicara tentang pasangannya.

Orang yang telah menelantarkanku sejak kecil. Bahkan kalau diingat ingat, bisa dihitung dengan jari berapa banyak dia memberiku uang. Semua selalu kudapatkan dari ibuku. Uang jajan, makanan, kasih sayang, dan lain lain.

Tunggu dulu, apa ini semua hanya tentang uang? Um, bisa dibilang iya. Karena aku tidak akan mengeluh saat dia tak memberiku kasih sayang. Aku tidak peduli. Aku mengalaminya setiap hari.

Lalu apa maksudnya dengan gen turunan?

Aku hanya takut nantinya aku akan menjadi seperti itu. Menelantarkan keluargaku dan berusaha ditolong oleh semua orang. Aku tidak ingin menjadi orang yang mendapatkan senyuman saat bertatap tapi gunjingan saat aku lengah.

Aku ingin bahagia.

Tuesday, 23 January 2018

Jadi Student Ambassador CICIL!

Bumi sangat cepat berotasi tapi masih lebih cepat masa kuliah. Nggak kerasa aku sudah semester delapan dan tantangan hidup semakin jelas di depan (kok berasa familiar ya kata-kata ini).

Sudah saatnya aku memikirkan akan jadi apa nantinya saat lulus. Nggak mau lah udah lulus tapi masih bingung mau ngapain. Jadi, mulai semester kemarin aku inisiatif mencari berbagai kegiatan yang bisa menghasilkan uang dan pengalaman. Misalnya kemarin aku nyoba jualan online dan buka jasa titip kue kekinian Surabaya (ini dibahas nanti aja keknya haha). Meskipun hasilnya belum bisa dibilang membanggakan, tapi setidaknya sudah bisa membantu kebutuhan berkuliah. 

Alasan kenapa aku mencoba berjualan sebelum nantinya wisuda adalah karena aku ingin memiliki modal yang cukup untuk mencari kerja. Aku mencoba menanamkan prinsip bahwa setelah wisuda aku tidak akan meminta uang dari orang tua. Jadi, sebelum itu aku harus sudah memiliki pegangan uang yang cukup sampai nantinya memiliki pekerjaan yang tetap. 

Nah, itu sedikit intermezzo sebelum aku masuk ke intinya hehe. Ini bukan iklan ya, ini cuma sekedar informasi (atau review) karena selain menjadi ambassador, aku juga pernah menjadi pelanggan dari CICIL. 

Bagi yang hinggap di blog ini tanpa tahu apa itu CICIL, aku jelasin sedikit deh. CICIL adalah platform yang dikhususkan bagi mahasiswa untuk membeli kebutuhan barang dengan cara.....dicicil. Yaiyalah. 

Bedanya dengan platform lain, menurutku nih, CICIL memberikan pengalaman interaksi yang lebih baik kepada para pengguna. Mereka memilih mahasiswa dari berbagai Universitas untuk direkrut menjadi Student Ambassador yang nantinya bisa kalian banjiri dengan pertanyaan seputar CICIL dan membantu kalian selama proses persetujuan cicilan. Ini yang nggak ada di platform lain. Jadi, kalau misalnya ada step yang kalian salah lakukan, pengaduannya menjadi lebih mudah. 

Kemudian kelebihan lainnya adalah, di CICIL kita bisa mengajukan premi hingga 24 bulan. Biasanya di platform lain hanya bisa memilih tenor maksimal 12 tahun. CICIL menyadari bahwa tidak semua mahasiswa memiliki pemasukan yang tinggi, sehingga beban cicilan bisa disesuaikan dengan kemampuan masing-masing mahasiswa. 

Tapi, saranku sih mending jangan nyicil lama-lama. Samakan saja dengan kemampuan karena menurutku mahasiswa mudah jenuh. Jadi sesuaikan pula dengan lamanya barang tersebut akan kamu pakai. Oke?

Sejauh ini sudah tertarik belum? Ke depannya sih aku ingin mengajukan cicilan gimbal kamera dan microphone untuk menunjang channel vlog yang aku punya. eak. Lanjut.

Caranya mengajukan cicil bagaimana sih? Gampang, kok! Pertama regitrasi dulu (btw aku punya kode referral, bahasnya nanti saja ya hehe #katanyabukaniklan). Kemudian copy paste link barang yang kamu inginkan dari eCommerse, misalnya Tokopedia dan Bukalapak. Setelah itu nantinya akan muncul simulasi harga DP yang harus kamu bayar dan kamu pilih durasi dari cicilan. Nantinya besar cicilan akan menyesuaikan dari dua hal tersebut. Jadi, aku sampaikan lagi, sesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan  kalian. 
Tampilan CICIL versi website

Setelah diajukan, di sinilah Student Ambassador akan beraksi. Mereka akan menjadi pemandu kalian apabila ada pertanyaan lagi dan nantinya setelah deal akan ada lembar persetujuan dengan tanda tangan kedua belah pihak. Jadi semuanya dijamin aman. Setelah itu kalian membayar DP dan barang pasti akan sampai ke tangan kalian. Tapi nggak sampai situ doang, lah. nyicilnya jangan lupa oi hahaha. 

Nah, yang terakhir, untuk apa memasukkan kode referral? Biasanya kan kalau di luar sana, kalau memasukkan kode referral si A, maka dia akan mendapatkan komisi lebih. Tapi di sini guna dari kode referral adalah memilih Student Ambassador. Jadi, kalau kalian memasukkan kodeku, nanti kalian akan mendapatkan kontakku (menarik kan?) dan melakukan tanda tangan lembar persetujuan bersamaku. Istilahnya, meet and greet. #digampar.

Kode referralku adalah AIRAD1. Dimasukkan saat pertama kali registrasi. Hitung-hitung sedekah lah hahaha. Oiya, CICIL sudah ada aplikasinya di Play Store dan segera menyusul di App Store. Ralat, nantinya apabila kalian memasukkan kode referralku, kalian akan mendapatkan potongan sebesar Rp 20.000.
Ini tampilan pendaftaran dan kode referral di bagian bawah

Oke, itu saja sih yang menurutku perlu aku sampaikan sekarang. Kalau ada pertanyaan akan kujawab semaksimal mungkin. Cukup sekian, sampai jumpa!

Thursday, 11 January 2018

Awal Baru

Kalau kalian datang ke pos ini hanya untuk mengejek judulnya yang mainstream dan kurang greget, lebih baik urungkan saja karena aku 100% sadar akan hal itu haha. So yeah, akhirnya aku kembali menulis di Blogger. Aku merasa platform ini masih bermanfaat dalam menyuarakan apa yang ada dalam pikiranku. Meskipun, pada kenyataannya masyarakat Indonesia juga kurang tertarik untuk membaca platform berbasis tulisan ini. Mungkin mereka lebih suka konten video seperti YouTube.
Aku juga punya saluran YouTube. Tapi, aku berpikir bahwa tidak ada salahnya menggunakan keduanya untuk berkarya lebih banyak. Jujur saja aku lebih mudah untuk menulis daripada membuat satu video yang biasanya menghabiskan satu kotak tisu akibat keringetan hahaha.
Jadi, di awal baru ini sekaligus merayakan tahun baru - resolusi baru yang telat, aku berharap ada hal-hal baik yang akan mengiringi langkahku (dan langkahmu) ke depan.
Aamiiinnn